Friday 2 September 2016

Kelemahan Sistem Full Day School dan Diskursusnya terhadap Budaya Bangsa



   
Inspirasi Kita, Tulisan saya kali ini cukup serius gaes. Saya sarankan, sediakan es teh dan camilan agar tetap enjoy membacanya. Atau paling tidak melakukan gerakan merileks-kan badan merupakan ide bagus. Selamat membaca. Salam Inspirasi!!

Wacana sekolah seharian penuh (Full Day School) yang digagas oleh Kemendikud mendapat tanggapan pro dan kontra dari masyarakat meski sistem sekolah ini telah mendapat perhatian dari presiden.

Kalangan masyarakat yang menyatakan pro, ini merupakan terobosan apik dari pemerintah terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Sebab dengan adanya sistem tersebut jam belajar siswa relatif panjang di sekolahan. Ini membuat  kegiatan siswa akan lebih terpantau, serta mengarah ke kegiatan yang positif.
     
Sebaliknya, sebgian besar lagi masyarakat menolak  wacana sekolah seharian penuh. Dengan menambah intesitas waktu, tentu akan menyebabkan siswa kelelahan. Sehingga jam tambahan ini malah kurang efektif. Belum lagi masalah  kesiapan fasilitas sekolah serta guru yang minim pengalaman. Belum lagi sekolah-sekolah di daerah pedesaan.


tabloidsophia.com

Sekolah sehari penuh memang baru wacana yang digulirkan pemerintah. Mungkin saja direalisasikan, bisa juga  hanya sebuah langkah pemerintah untuk meminta pendapat publik saja. Perlu kajian yang lebih serius lagi untuk diterapkan, untuk mengetahui tepatkah diterapkan di Indonesia, berdasarkan aspek budaya, geografis, demografi dan kondisi ekonominya. Pemerintah tidak boleh mengadopsi sistem dari luar negeri kemudian langsung menerapkan di Indonesia.  

Mari kita cermati wacana Ful Day School ini. Seorang siswa harus belajar di sekolahan lebih panjang dari biasanya. Dari jam 07.00 hingga 17.00. Padahal secara keseluruhan sekolah-sekolah di Indonesia masih terpaku pada satu aspek akademik atau kognitif semata, sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan. Bukan pengetahuan yang bertambah, melainkan kejenuhan bahkan stress akan meningkat.
     
Hal ini menyalahi amanah Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang tujuan pendidikan nasional. “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis sert bertanggung jawab. Dengan kata lain, sisi-sisi lain peserta didik seperti afektif dan psikomotorik tidak boleh terbengkalai. Sedangkan peserta didik butuh dunia yang lebih luas guna mengembangkan potensinya.
     
www.dutadamai.id

Sepintas Full Day School dapat dikatagorikan sebagai implemenasi penidikan karakter yang sedang digiatkan oleh pemerintah. Bahkan sesuai dengan revolusi mentalnya Pak Jokowi. Sebab sistem sekolah seperti ini terlihat mampu meminimalisir anak dari aktivitas negatif, seperti bermain secara berlebihan, bersosialisasi dengan lingkungan yang kurang baik atau  bahkan melakukan tindak kriminal hingga terjebak seks dan narkoba.
     
Perlu kita amati dan cermati, bukankah bila anak seharian belajar di sekolahan justru akan mengurangi waktu bersosialisasi dengan lingkungannya. Kurang mampu mengembangkan skill yang dimilikinya. Bahkan dapat membunuh kreativitas anak. sebab hanya dihadapkan pada ruang dan waktu yang sama. Padahal karakter manusia terbentuk melalui ruang dan waktu yang tak terbatas. Apalagi bangsa kita merupakan bangsa timur. Masih memegang adat dan budaya yang bermacam-macam serta heterogen.

Diskursus terhadap Fungsi dan Budaya Bangsa  
Maka dari itu, perlu kita kembalikan lagi tujuan diadakannya sekolah sebagai penunjang pendidikan nasional. yakni mendidik manusia menuju kesmpurnaan. Menumbuh kembangkan potensi peserta didik baik itu aspek kognitif, psikomotorik atau pun afektif.

 nazarul14.files.wordpress.com
Dan tak boleh kita lupakan, sekolah bukan satu-satunya institusi pendidikan. Sekolah merupakan tempat pembekalan serta simulasi  peserta didik untuk menyongsong masa depan, membantu mengatasi problem kehidupan baik individu maupun sosial. Oleh sebab itu, keterlibatan peserta didik dalam lingkungan masyarakat luas sangat penting. Peserta didik merupakan subjek aktif  di dalam jejaring masyarakat, karena ia memiliki peran masing-masing yang tentu akan berakibat tidak baik bila terjadi perpisahan yang menyebabkan keterasingan peserta didik itu sendiri.
     
Di dalam masyarakat terdapat fungsi sosial dan keluarga, Sehingga kalau fungsi ini tercerabut, akan mengakibatkan dampak kurang baik bagi perkembangan peserta didik. Kedua fungsi ini mempunyai norma dan nilai-nilai tersendiri. Sekolah sebagai kompenen yang hadir di tengahnya justru harus mampu menjadi jembatan antara fungsi keluarga dan sosial bukan malah menyekatnya.
     
Untuk saat ini yang terpenting meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang mengacu pada amanat Undang-Undang yang berprinsip pancasila.  Berikanlah peserta didik porsi waktu untuk belajar pada fungsi keluarga dan sosial masyarakat. Sehingga terbentuklah sumber daya manusia yang beritegritas, beretos kerja, tetap melestarikan gotong-royong dan memahami budaya sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Dan akhirnya memiliki karakter. Maka pemahaman pendidikan yang  holistik sangat diperlukan di sini.
     
Terakhir coba kita renungkan bagaimana induk ikan melatihnya untuk hidup di air. Induk ikan tidak pernah mengajarkan banyak hal untuk hidup di air, sebab air adalah habitat ikan itu sendiri.
    
Baca juga Teori-Teori Belajar!!


Sumber gambar sampul: Tempo.co
    
Share:

0 comments:

Post a Comment

Featured Post

Mitos-mitos yang Sering Kita Dengar Pas Kita Kecil Dulu Part I

Waktu kita kecil dulu kita pasti sering dengar mitos yang dikatakan oleh orang tua kepada kita. Entah mitos itu tujuannya untuk mengontro...

Visitors