Di Indonesia keberagaman merupakan kekuatan utama yang dimiliki bangsa. Tak terkecuali keberagaman dalam memeluk keyakinan. Masyarakat boleh memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing. Kasus pembakaran dan perusakan tempat ibadah yang dilakukan oleh sekelompok orang di Tanjung Balai, Sumatra Utara, (29/7) merupakan tindakan yang menederai toleransi.
1.bp.blogspot.com/
Tragedi tersebut
tentu menambah daftar panjang tindakan disitegrasi dan intoleransi yang terjadi
di Indonesia. Setelah setahun lalu terjadi pula pembakaran tempat ibadah di
Tolikara, Papua. Tentu selain merusak toleransi juga mencoreng nama Indonesia
sebagai negara demokrasi. Pancasila yang menjadi dasar negara mengisyaratkan
bila negara tidak hanya dimiliki oleh sekelompok agama, suku, ras, etnis maupun
golongan tertentu melainkan berdiri di atas kesemuanya.
Perusakan tempat ibadah merupakan sebuah kejahatan. Tempat ibadah merupakan benda tak bernyawa yang tak bisa dijadikan sasaran kemarahan. Bahkan dalam situasi perang berkecamuk, tindakan tersebut tak dapat dibenarakan. Sama sekali agama manapun mengajarkan perpecahan. Justru hal ini jauh dari nilai-nilai agama dan nilai kemanuiaan.
Sebagai makhluk yang
paling mulia dan sempurna kedatangannya di muka bumi ini tentunya bukan tanpa
sebab. Manusia adalah wakil Allah di bumi yang dikarunia akal budi serta hati.
Berbeda dengan hewan yang hanya dibekali oleh Tuhan naluri semata. Bisa jadi
saling memangsa, bahkan memangsa anaknya sendiri. Tak ada alasan mengelak untu
tidak saling menhormati dan menghargai satu sama lain. Boleh jadi kulitnya beda
hitam dan putih, rambutnya kriting dan lurus, bahasanya lain, suku, etnis, ras
dan agamanya berbeda. Ada satu hal yang sangat esensial yang tak boleh
dilupakan adalah mereka sama-sama manusia.
Manusia memiliki sebuah anugrah dari Allah untuk hidup di dunia ini. Sebuah hak untuk hidup yang bersifat egaliter dan universal. Hak asasi memeroleh kebebasan. Kebebasan sebagai manusia tentu tak tepat bila dieksploitasi berlebihan. Kebebasan manusia terbatas oleh kebebasan manusia lain
Penyegaran akan implementasi akan nilai-nilai humanisme kiranya perlu digencarkan. Bagaimanapun juga, kita tak akan menemukan persamaan dalam arti satu golongan secara mutlak di belahan dunia manapun. Sudah kodratnya manusia berbeda satu sama lain. Menurut Komaruddin Hidayat (1998:45), dalam hidup beragama, orientasu kemanusiaan perlu mendapat apresiasi dan perhatian. Hikmah hidup beragama meurut Komararuuddin harus bermuara pada komitmen untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa harus dihantam oleh sentiment kelompok keagamaan
Gus Mus pernah menyatakan, beragama merupakan wasilah (sarana) untuk mencapai Tuhan. Semua umat beragama berusaha untuk menuju Tuhan. Seyogianya mereka saling menghargai dan menghormati pilihan masing sebagaimana mereka ingin dihargai.
Selanjutnya, Hal yang tak kalahh pentingnya yaitu memahami relasi antara negara dan agama. Negara Indonesia mempunyai ideologi pancasila. Bukan salah satu dari agama. Berarti ia melindungi segenap warga negara Indonesia itu sendiri. Dan agama dapat dijadikan prilaku sosial dalam berbangsa dan bernegara.
Peran Negara serta Dialogis Umat
Maka peran negara
dalam menjamin kerukunan umat beragama khususnya dan perbedaan secara luas pada
umumnya sangat dibutuhkan. Mengingat otoritas utama roda pemerintahan dan keamanan
terletak pada negara. Pencegahan isu-isu SARA dan penanaman wawasan keberagaman
oleh negara pun sangat berguna. Agara masyarakat tidak mudah terprovokasi untuk
saling menyalahkan, bermusuhan bahkan
saling menyerang.
bukubiruku.com
Selain itu, dialog lintas agama yang telah berjalan agar lebih digiatkan. Tidak hanya kaku pada tahap formalitas saja. Implementasi dialog antar umat bisa menjadi prilaku sosial dalam kehidupn sehari-hari. Sebab dialog dan diskusi merupakan bentuk cerminan kerukunan dan keterbukaan untuk menemukan solusi juga kemesraan berdampingan antar umat.
Sumber gambar sampul: www.galeribudaya.com
0 comments:
Post a Comment